Mama Luciana Akhirnya Jadi pulang juga Betano Same

 Ini satu kisah yang menarik  selama memfasilitasi  repatriasi keluarga  kembali  ke Timor leste, mama Luciana Pereira, janda  (53 thn) merupakan salah satu keluarga yang pulang bersama keluarga lain dari sukabitetek Indonesia ke Betano same Timor leste. Dia Seorang diri yang menjadi satu keluarga

Hari itu 14 Januari 2011 ada 2 keluarga 5 jiwa dari sukabitetek yang akan pulang ke Betano same, kepulangan mereka di fasilitasi oleh CIS (saya terlibat di dalamnnya ) dan FPPA Atambua. Semua dokumen sudah di persiapkan , mulai dari surat pernyataan, surat pencabutan status wni dari DISPENDUK, daftar barang dan surat serah  terima dari KODIM Belu.

Satu kendaraan kijang pick up yang di sewa untuk mengantar mereka sampai ke Timor Leste pun sudah di siapkan , barang bawaan mereka tidak banyak jadi  cukup untuk satu kendaraan kijang. Seperti biasa tradisi  orang timor sebelum berangkat menuju perbatasan Motaain masih ada pamitan kepada keluarga dan tetangga yang lain karena sudah 11 tahun hidup bersama di kamp pengungsian  akhirnya berpisah karena 2 keluarga ini memilih  kembali ke tanah kelahiran.

Perjalanan dari sukabitetek sampai ke perbatasan Motaain  memakan waktu satu jam lebih, karena masih melewati kota Atambua. Ketika tiba di perbatasan, pos yang pertama yang melakukan chek point adalah pos Polisi Indonesia. Nah.... inilah star awal kebingungan kami, semua dokumen  yang di bawa di serahkan di pos untuk di periksa oleh Pak Polisi.

“Waahhhhh, adik ini terjadi kekeliruan nehh..., dalam surat dari KODIM  ini di beritahuan tempat penyerahanya di perbatasan Motamasin, sedangkan  ini kan perbatasan Motaain?” kata salah satu petugas yang saat itu piket di pos batas, “ begini saja sekarang kembali ke Kodim untuk buat surat baru dan ganti nama posnya perbatasannya Motaain ya!” Lanjut petugas itu....! dalam surat itu salah tertulis pos perbatasan sebenarnya pos Motaain bukan Motamasin dan daftar nama keluarga yang tertulis lengkap tidak kurang satu pun juga di tanda tangani oleh Dandim Belu.

Saat itu di perbatasan yang menemani  ada 2 orang staf FPPA dan satu staf CIS yaitu saya sendiri. Saya dengan salah satu staf FPPA Lina namanya harus ke Kodim untuk melaporkan hal ini dan harus membuat surat penyerahan yang baru. Untung saja Kodim bersedia untuk membuat surat penyerahan baru.
Setelah suratnya selesai di buat kami langsung melihat dan pastikan  nama pos yang di rubah itu betul-betul sudah menjadi pos Motaain bukan lagi pos Motamasin.

Saya dan Lina buru-buru kembali ke pos Motaain dengan menggunakan motor honda supra Fit X. Kami tempuh dalam waktu kurang lebih 25 menit dari Atambua. Dalam perjalanan saya berpikir dalam hati bahwa semoga tidak terjadi kesalahan lagi.

Setibanya di pos Polisi mereka hanya mengecek perubahan nama pos tadi dan langsung menandatanganinya di bagian yang sudah di siapkan. Setelah dari pos Polisi Indonesia , dukumen itu harus di periksa lagi oleh pos Imigrasi indonesia, Ini yang parah lagi kesalahannya karena kurang teliti saat pengetikan (di Imigrasi tuh..pemeriksaannya lebih ketat. Mereka harus periksa orang perorang yang mau pulang).
Setelah selesai periksa dokumen salah seorang petugas Imigrasi memanggil satu persatu. Setelah di cek ada satu nama yang belum di panggil yaitu mama Luciana Pereira, kami dan keluarga yang lain mengatakan itu kepada petugas imigrasi dan dengan spontan petugas itu menjawab “ saya mau panggil bagaimana, memang namanya tidak ada dalam surat penyerahan ini kog!”

“Aduuuhhhff, ini salah lagi pengetikan surat dari KODIM dan lupa di cek tadi” katanya saya, karena pada surat yang sebelumnnya nama mama Luciana ada hanya salah pada nama pos ,sekarang nama pos nya benar tapi  nama peserta repatriasinya kurang satu yang lupa di ketik.

Kami bernegosiasi dengan petugas Imigrasi ,kami menjelaskan duduk persoalannya kami mengatakan bahwa tidak mungkin kami kembali lagi ke Kodim Belu untuk buat surat baru lagi karena itu butuh waktu , kami takut kalau pos perbatasan sudah tutup, apalagi saat ini sudah jam 1 siang. Saat itu saya melihat raut muka mama Luciana sepertinya panik dan takut, mama yang tidak bisa berbahasa indonesia sepertinya sedang memikirkan kalau namanya tidak tertera berarti dia tinggal dan tidak jadi pulang ke Timor bersama dengan keluarga yang lain.

Untung petugas Imigrasi berbaik hati ,solusinya adalah dia menyuruh kami kembali ke pos Polisi Indonesia untuk meminta pak Polisi menuliskan dengan tangan  nama mama Luciana pada kolom yang tersisah.
Lina, staff FPPA kembali ke Pos Polisi Indonesia meminta kepala posnya untuk menulis tambah nama mama Luciana. Syukurrrlah,, semua berjalan lancar, Imigrasi akhirnya menandatangani surat itu dan dan mengijinkan mama Luciana boleh ikut dengan keluarga lainya pulang ke Timor. Kami semua senang karena apa lagi mama Luciana, dia terlihat gembira dan tidak tegang lagi. Karena  untuk di pos berikutnya pemeriksaannya tidak serumit pos Imigrasi Indonesia , baik di beacukai, pos TNI maupun pos-pos lannya di Timor leste.

Martha, satu staf FPPA yang juga ikut dalam proses ini yang mengantar keluarga sampai ke tempat tujuan di Timor Leste. Saya dan Lina kembali ke Atambua sambil memperbincangkan  kasus yang terjadi di pos Polisi dan Imigrasi Indonesia tadi.

By:
Anato Moreira

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiga Hari “Visita” Timor Leste

Perjalanan 5 keluarga 12 jiwa eks Pengungsi Timor-Timur kembali ke Dilor Viqueque -Timor leste

Mengintip Perbatasan Dihari Kemerdekaan “Merdeka Dulu Dan Sekarang”