Mbak Ida dan warung kopinya
“Awalnya bukan di sini, sering pindah-pindah. Sekarang baru menetap di sini ” kata mbak Ida yang punya warung dengan dialek Sundanya sambil mengaduk segelas susu jahe sore itu. Mereka tiga bersaudara, kakaknya yang sulung juga membuka usaha yang sama. Mbak Ida bersama adik bungsu laki-laki bergantian menjaga warung ini.
Warung kopi sebutannya, berada 10 meter di depan kantor Yayasan Pantau Kebayoran lama. Bukan minuman kopi saja yang di jual, ada me rebus, gorengan, bubur kacang hijau, roti bakar, dan telur. Harganya murah meriah. Saya selalu sarapan pagi di warung ini selama mengikuti kursus “Jurnalisme Sastrawi” di Jakarta. Warung ini bukanya 24 jam, yang datang minum atau makan di sini pun orang-orang di sekitar, juga para sopir angkot.
“Udah berapa lama buka warung ini mbak”
“ Dulu Bapak yang kelolah dari tahun 1989, tapi karena udah tua ya gantian anak-anak yang ngurusin”
“Kalo Mbak sendiri sejak kapan ngurusnya”
“ Dari tahun 2000”
“Wah..berarti udah lama juga”
“Iya, tapi awalnya bukan di sini, pindah-pindah. Sekarang baru menetap di sini ”
“Kenapa pindah-pindah mbak?”
“ Ya karena kurang cocok aja ma tempatnya yang dulu, dan kurang laku jadi di tutup sebentar terus buka lagi”
“Ooooh..”
Mbak Ida berasal dari Sunda -Jawa Barat, Ia baru menikah 6 tahun yang lalu, tapi sampai saat ini belum juga di karuniai anak. Setiap pagi bangunya jam empat untuk mengantikan adiknya yang jaga semalam. Suaminya bekerja sebagai seorang tukang dekorasi. Kedua orang tua sekarang berada di kampung, kerja sehari-harinya bertani. Warung yang di kelolah bersama adik bungsunya sekarang juga berfungsi sebagai tempat tinggal.
“Abis mau sewa di mana lagi, tempatnya sewa mahal, jadi sekalian aja jadi tempat tinggal” sambung Mbak Ida di sela-sela cerita.
“Apa sering berkunjung ke kampung jenguk orang tua ya Mbak”?
“ya ,sebulan sekali ke sana ”
“ Mbak juga membiayai orang tua di kampung?”
“Iya kadang kalo bukan Aku yang ngasih, bararti kakak sulung, ganti-ganti gitu”
“Ada pikiran untuk usaha lain selain buka warung ini Mbak?
“Ah tidak ada”
Warung Mbak Ida ramai dikunjung orang bila pagi dan sore hari, siang agak sepi. Mbak Ida pekerja keras, Dia merasa senang dengan usahanya sekarang , walaupun kecil tapi bisa membiayai kedua orang tuanya di kampung dan kebutuhan hidup keluarga sehari-hari di Jakarta .
duh...getir sekali hidup mereka.
BalasHapussalam dari banda aceh...
Dawat Merah: Ma kasih ,Slam kenal juga. Saya dari Timor.
BalasHapus