Perjalanan 5 keluarga 12 jiwa eks Pengungsi Timor-Timur kembali ke Dilor Viqueque -Timor leste


Hampir sebelas tahun lamanya tinggal di tempat pengungsian Timor Barat paskah jajak pendapat Timor-Timur tahun 1999 membuat sejumlah warga eks Timor-Timur hidupnya masih terkatung-katung terutama yang masih tinggal di kamp , tidak di pungkiri mereka yang berprofesi sebagai petani dan yang masih tinggal di kamp pengungsian juga yang masih tinggal di lahan milik warga lokal baik itu lahan pinjaman, kontrakan dan lahan penyerahan kini membuat mereka berpikir panjang akan kelangsungan hidup mereka yang lebih baik di masa mendatang. Kebutuhan ekonomi yang meningkat dalam rumah tangga, tambahan jumlah anggota keluarga dari tahun ketahun dalam rumah yang tinggal yang ukurannya hanya cuman untuk satu keluarga serta tidak di tunjang dengan ketersediaan lahan untuk di garap yang cukup membuat keputusan pulang kembali ke tanah kelahiran di Timor leste menjadi salah satu solusi yang terbaik.
Salah satu adalah 5 kepala keluarga 12 orang dari kamp Naibonat yang memutuskan untuk kembali ke tanah kelahiran mereka pada tanggal 29 Juni 2010 di Suco Dilor dan Ahic Sub distritu Lacluta distritu Viqueque Timor Leste. Ini Keputusan yang begitu keluar dari hati nurani mereka sendiri memilih kembali ke Kampung halaman, dengan pertimbangan yang tepat tanpa ada paksaan dari siapupun.

Saya sedikit menceritakan proses pemulangan mereka 5 kepala keluarga 12 orang dari Atambua sampai ke penyerahan di kantor sub disritu Lacluta (kantor kecamatan Lacluta), karena saya ikut mengantar sampai ke tempat tujuan mereka, satu proses yang panjang dan penuh terharu di mana mereka menemukan kembali keluarga mereka yang ada di sana. Tidak ada dendam,tidak ada rasa amarah seperti yang di ragukan seblumnnya semuanya terjadi dengan damai tanpa ada rasa benci.

Terima kasih buat teman-teman sekalian baik di Timor Barat maupun di Timor leste, yang tergabung dalam kerja sukarelawan repatriasi ini yang sukses pada misi mulia ini , juga terima kasih buat Pemda NTT (Dinsos dan Sekda), Korem, Kodim Kupang, Polisi Timor Leste juga pemerintah Timor Leste (Konsulat Timor leste di Kupang, dan Kementrian Luar Negeri Timor Leste di Dili) yang telah membantu memperlancar proses repatriasi ini sehingga keduabelas warga Dilor dan Ahic sampai ke kampung halaman mereka.

*********************************
Ini Kisahnya:
---------------
Sore itu Selasa 29 Juni 2010 suasana di kantor Cis Timor Atambua nampak sibuk meyiapkan segala sesuatu baik akomodasi, makan minum dan lain sebagainnya untuk meyambut kedatangan saudara -saudara kita 5 kepala keluarga 12 orang warga eks pengungsi yang mau pulang ke kampung halaman mereka di Suco Dilor dan Ahic, sub distritu Lacluta distritu Viqueque Timor Leste dari kamp Naibonat Kupang, kabarnya sekitar sore pukul 16.00 wita rombongan repatriasi dari Naibonat Kupang tersebut akan masuk kota Atambua dan menginap semalam di kantor Cis Timor.
Waktu yang dinanti tiba, satu truck bantuan TNI dan satu bus Paris Indah sore itu telah parkir di depan kantor, waooohhh… rombongan telah tiba… kata saya dalam hati, nampak keduabelas orang warga Viqueque-Dilor turun satu-persatu dari bus sedangkan satu unit truck telah parkir di halaman kantor, mereka kelihatan capek sekali, banyak anak kecil sedangkan orang dewasa hanya berjumlah 7 orang ditambah pengantar 2 orang. perjalanan yang panjang kurang lebih 6-7 jam dari kupang ke Atambua. Salah satu dari warga Viqueque Mama Filomena Soares kelihatan sangat lemah sekali, kata Umbu salah satu relawan Cis Timor yang mengatar dari Kupang bilang ke saya “aduh Mama yang satu di dalam itu berat, muntah terus dalam perjalanan “.

Saya menengok sebentar ke dalam bus, ternyata Mama itu terkulai lemas didalam bus.”ayo…, bantu turunkan mama itu, di lemas sekali” akhirnya bapak-bapak yang lain membantu termasuk Antoni yang menjadi koordinator 12 warga yang pulang juga turut membantu.
“Tia ne haruka tama toba deit iha tofatin laran, ami perpar tia ona”(tante ini suruh masuk dan tidur di dalam saja kami sudah siapkan tempat”) saya mengatakan demikian karena Mama Filomena butuh istirihat karwna ia lelah sekali .

Setelah semuanya penumpang di turunkan lalu mereka istirahat untuk melepaskan lelah , ada yang mandi, cuci pakaian anak-anak mereka ada yang bersendau gurau di teras kantor kami. Bapak Antoni lagi sibuk di wawancarai oleh satu orang wartawan media online Indonesia yang bernama Koko, sebelumnya Koko sudah mewawancarai saya tentang proses repatriasi ini.

“Sebentar setelah beres-beres saya minta perwakilan dari masing-masing keluarga untuk kita serah terima beras, ikan sardine, piring gelas ya..?” kata saya demikian. Tak berapa lama perwakilan dari 4 keluarga sudah berada di luar halaman kantor yang satu nya belum muncul karena dia masih mandi adalah ibu Prisca. Teman teman Cis yang lain sudah siap untuk membantu proses serah terima ini, ada Wendy ,Ape sang fotografer Cis, Takur,Metos, Umbu, serta kawan-kawan lain yang turut membantu. Nano, Ibu Yanti sibuk di dapur untuk meyiapkan makan malam, pagi dan siang bagi kami semua termasuk 12 warga yang kembali.

“Baik, ini kami sudah siapkan beras, ikan sardine, piring, gelas dan sebagainya.., kami sudah pisahkan per kk, jadi nanti satu perwakilan maju untuk terima!” selesai memberikan pengarahan kami mulai membagikan barang barang tadi. Ini merupakan bantuan ala kadarnya dari Pemda Propinsi NTT ( DINSOS) serta Cis Timor, Teman Umbu sudah menyiapkan berita acara penyerahannya, semua berjalan sukses, setelah pembagian, barang-barang tersebut di naikan

kembali ke truck oleh masing masing perwakilan keluarga. Ibu Prisca adalah orang yang terakir menerima barang-barang ini.

“ Tia ho se deit, mesak deit ka?”(tante dengan siapa saja, sendiri saja ka) saya bertanya, karena dalam daftar Ibu Prisca cuman sendiri. “Hau mesak deit” (saya sendiri saja)jawabnya!

Malam telah tiba, tiba saatnya makan malam, Hmmmm…, Nano dan Ibu Yanti pintar memasak. Keduabelas warga Dilor, serta pengantar dua orang, semua relawan Cis Timor ,Bapak-bapak tentara dari Korem Kupang serta kawan lainnya yang turut membantu , malam itu menikmati santapan malam yang enak nikmatnya. Malam itu malam yang menyibukan, selepas makan malam , para ibu –ibu dan anak-anak lelap dalam tidur mereka. Bapak-bapak ada yang berbincang-bincang sambil menonton siaran sepak bola piala dunia di stasiun RCTI.

Saya sendiri masih melihat dokumen-dokumen kedua belas warga eks pengungsi ini agar besok sampai pos-pos di pintu perbatsan Motaain tidak repot-repot lagi.
“ Umbu, fotokopi surat yang lain dong su ok ko..,? termasuk surat kerangka mayat ( warag pulang membawa serta dua kerangka mayat untuk di kebumikan di Desa Dilor)?, saya su list daftar instansi-instansi baik di Indonesia maupun di Timor Leste” kata saya pada Umbu…, “aman bro, bu atur sa, sekarang saya su serahkan semuanya kepada bu semuannya, haaaaaheee…. “jawab Umbu sambil tertawa.

Sepertinya semua urusan dokumnen beres, tinggal surat pasport sementara dari konsulat Timor Leste di kupang, Mery Djami sudah mengirimkanya dari kupang malam ini juga. Jam dinding sudah menunjukan Pukul 23.00 wita, saya masih online internet, mau mengecek saja ada info dari teman di Dili atau tidak soal scenario penjemputan dan lain-lain ketika di perbatasan nanti., ternyata ada info dari Mas Nug bahwa teman-teman yang tergabung dalam Grupu Serviso Ba Repatriasaun akan tiba di perbatasan Motaain dari Dili sekitar pukul 11.00 waktu Timor Leste, akan ada enam orang.” Ok, yess!! everything Ok., kami akan ke perbatasan pukul 08.30 wita jawabqu lewat email.

Merasa puas, saya pun ingin pulang kerumah untuk beristrihat, malam itu intensitas koordinasi sangat tinggi ,baik lewat sms maupun telpon dan email. Dari kupang dengan Mery, Om Winston, di Dili dengan Mas Nug, Anceto Neves , Suster Monica dan teman lainnya.
“Bagaimana wawancara tadi dengan wartawan..?” saya berbicara kecil dengan Bapak Antoni, yang nama lengkapnya Antoninho Marques sebagai koordinator keduabelas warga Dilor ini sebelum saya pulang kerumah “ya saya bilang kami pulang ini berdasarkan pertimbangan yang matang, tidak ada pemaksaan dari siapapun , kami sudah rindu untuk bertemu dengan keluarga di sana (Viqueque-Lacluta Suco Dilor dan Ahic. red)!
Saya senang mendengarnya karena keputusan pulang kembali ke kampung yang merka ambil merupakan pilihan yang tepat bagi keduabelas warga ini, ini hati nurani mereka yang mengatakan karena rindu akan kampung halaman.

Pagi itu Rabu 30 Juni 2010, pagi yang cerah sekali , pukul 08.15 wita deru mesin truck tentara dari Korem Kupang terdengar, satu unit mikrolet yang di carteran pun sudah berada di halaman kantor, itu tandanya persiapan berangkat menuju ke perbatasan Motaain tingal beberapa menit lagi.
“ Semua warga yang pulang dan dua orang pengantar naik di mikrolet saja, teman-teman lainnya bisa di truck dan pake motor.” kata saya demikian. Kerja tim yang solid dalam waktu 15 menit semua persiapan sudah Ok, makan siang, snack dan lainya sebagainya sudah di siapkan.

Butuh waktu 30 menit kami tiba di perbatasan Motaain dari Kota Atambua, wah.., ternyata ada salah seorang ibu yang naik microlet mabuk dan sempat muntah di perjalanan tadi ketika tiba di Pos Motaain , saya kurang tahu siapa Ibu itu, heeee… lupa di cek.

Tanpa lama menunggu kami harus melapor dengan membawa dengan dokumen –dokumen perjalanan yang sudah di siapkan.

“ Pak, ini kami ada fasilitasi pemulangan Pak dari Naibonat Kupang, 5 kepala keluarga 12 orang. ini surat dari Kodim Kupang dan surat dua kerangka mayat Pak, serta tiga orang pengantar dengan pasport termasuk saya sebagai relawan yang membantu mengantar sampai ke tempat ujuan!” kata saya di pos Polisi Indonesia yang merupakan pos pertama yang harus kami lalui saat pemeriksaan.

“ Wah suratnya banyak sekali, ada berapa rangkap yang harus di tandatangani..?” kata salah seorang Polisi yang saat itu lagi bertugas , “ada 17 rangkap Pak ,semua sudah di list nanti akan di berikan masing-masing satu rangkap termasuk di pos Polisi ini!” kata saya pada Pak Polisi. Teman-teman yang lain juga ikut andil dalam proses pemeriksaan ini.

Tampaknya tidak terlalu rumit pemerikasaan di pos pos perbatasan baik itu di Indonesia maupun di Timor leste sendiri, para petugas di perbatasan sudah tahu kalau apa yang mereka akan lakukan di saat ada pemulangan atau repatriasi. Kami harus melewati tujuh pos pemeriksaan, pos Polisi Indonesia, Imigrasi, Beacukai, dan TNI, untuk di Timor Leste yaitu pos Imigrasi, Karantina dan Beacukai. Butuh waktu satu jam untuk proses tanda tangan surat –surat di perbatasan.

Semua telah di dilewati, tinggal di pos Karantina dan Beacukai Timor Leste. Teman-teman yang tergabung dalam Grupu Serviso Ba Repatriasaun dari Dili belum tiba, kami menunggu kedatangan mereka di pos Polisi Timor Leste Selama 30 menit

Mas Nug memberitahukan kepada saya lewat sms bahwa Suster Monica dan 6 orang lainnya yang akan menjemput kami di perbatasan. Saat menunggu itu kami saling koordinasi, Umbu, mery,Om Winston, Mas Nug lewat hp masing-masing. Di perbatasan kami juga membawakan seorang wartawan media Indonesia untuk meliput, tujuannya ialah untuk memberitakan lewat media bahwa ternyata masih ada keinginan warga eks pengungsi Timor-Timur yang tinggal di Timor Barat terutama di kamp-kamp pengungsian untuk pulang ke tanah kelahirannya.

Penantian selama 30 menit berlalu, teman-teman dari Dili tiba di perbatasan, dari jauh kami sudah saling melambaikan tangan, tandanya kami sudah rindu karena lama tak bersua.” Itu mereka sudah tiba” kata saya. Ada Suster Monica, dan Suster Dhay (dari ESCJ), Mario (JRS),Maleve, Charles dan Emily Wang (The Frontiers ), Oligario (Verupuk ), Maun Carlito (Ita ba Paz), dan seorang wartawan dari Timor pos di Dili. Wah.., ternyata mereka ada 9 orang, kami semua saling bersalaman dan ada yang berpelukan, tidak hanya kami tetapi juga keduabelas warga yang pulang serta yang lainnya. Apa kabar…apa kabar..? diak ka lae…? Hotu-hotu diakdeit ka.., Lanu ka , koleh ka? ( semuanya baik-baik saja, mabuk ya, capek ya?) saya mendengar kata-kata itu, entah siapa yang mulai berbicara, saya tidak memperhatikannya lagi karena kami semua larut dalam kegembiraan di pertemuan itu.

Lama kita kangen-kangenan, semua barang bawan 12 warga dari truk TNI telah di pindahkan ke damp truck Timor Leste, semua penumpang di naikan ke mobil truck tertutup PNTL (Polisi Nasional Timor Leste), teman teman Cis Timor yang mengantar sudah kembali ke Atambua, “sampai ketemu kembali teman-teman di Atambua” teriak saya di saat mereka sudah berangkat. Saya diutus dari lembaga Cis Timor untuk mengikuti dan mengawal proses repatriasi ini sampai ke tempat tujuan di Suco Dilor dan Ahic bersama-sama dengan teman-teman dari Timor Leste.

“ Prontu ona, ema hotu sae ona, hau sura lai….(sudah siap semua, semua orang sudah naik, saya hitung dulu )?” kata Maleve salah satu sukarelawan dari Grupu ini, ia mengitung jumlah warga yang pulang 12 orang dan dua orang pengantar jadi total 14 orang. Saat itu hadir juga 2 orang staf dari Kementrian Luar Negeri Timor Leste di Dili, mereka juga turut mengecek kepastian keduabelas orang yang pulang tersebut.

Perjalanan ke Dili dari Motaain memakan waktu 3 jam, sedikit terhambat di Karantina dan Beacukai Timor Leste, barang bawaan warga salah satunya tanaman bunga harus di turunkan, karena aturan dari Karantina bahwa hewan, tumbuhan lainnya , bibit tidak boleh di bawah bila keluar negeri.

Ketika di Pos Karantina dan Beacukai Timor leste, sempat ada pemeriksaan yang ketat dari petugas karantina, di wilayah Timor Leste semua pembicaraan sudah menggunakan bahasa tetum dan dalam penulisan ini saya sudah menterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

“ ah, ini bunga-bunga dan padi ini harus di turukan, karena tidak di ijinkan untuk masuk ?” kata seorang petugas karantina setelah ia melihat daftar barang yang ada.
“begini, padi ada dalam karung dan itu semuanya ada pada bagian bawah sekali, kalau mau turunkan silahkan saja, kami tidak ada orang untuk kasih turun barang ini!” kata Maleve pada petugas itu, nampaknya akan ada debat nehh.... wah gawat !! kata qu dalam hati.
“ Dari tadi pas pindah barang di pos Polisi sana tidak mau periksa , sekarang orang-orang sudah mau berangkat mau suruh periksa barang, pokonya jalan saja” wah ternyata ada teriakan dari seorang Polisi Timor Leste yang mengawal kami ke petugas Karantina.
Akhirnya Maleve dengan menggunakan improvisasinya serta kepiawainya untuk bisa bernegosiasi , dan akhirnya kami berhasil petugas Beacukai dan Karantina memberikan kami untuk melanjutkan perjalanan, tetapi bunga-bunga tetap di turunkan di pos itu.Memang Maleve hebat, maklum dia mantan Clindestein sewaktu di jaman Indonesia, jadi sudah taulah kalau berhadapan dengan orang-orang itu.

Ada 3 kendaraan yang berkonvoi dari Motaain sampai ke Dili ,satu damp truck yang mengankut barang, satu truck PNTL untuk penumpang dan satu mobil Hilux milik Suster Monica, kami semua terbagi di tiga kendaraan itu..
Kira-kira pukul 18.00 waktu Timor Leste kami tiba di kota Dili, waktu di Timor Leste lebih cepat satu jam dari waktu di Indonesia tengah, di Dili semua warga yang akan ke desa Dilor menginap semalam RENETIL samping KBRI di Farol. Cukup lelah memang perjalananya, termasuk saya juga merasakannya bagaimana di guyur hujan sepanjang perjalanan dari Liquisa sampai masuk Dili. Saya sedikit terkena flu dan batuk mungkin karena dingin dan debu sebelum hujan tadi, maklum posisi duduk saya di luar mobil Hilux pickup.

Saya bersama teman-teman Grupu Serviso Ba Repatriasaun bersantai sejenak di kantor yayasan HAK malam itu , teman-teman masih mendiskusikan rencana keberangkatan besok ke Viqueque, hal yang urgent adalah pada transportasi besok. Karena sudah malam saya pamit pulang dan menginap di rumah Mas Nug dan Mbak Titi di Fatuhada Merconi.

Menurut kabar yang saya dengar malam itu , bahwa kedubelas warga serta pengantarnya di kunjungi oleh Wakil Komandan Jenderal Polisi Timor leste Bapak Afonso De Jesus dan beberapa anggotanya, mereka ingin melihat langsung keberadaan warga tersebut. Saya tidak ada di tempat itu saat kunjungan , karena capek saya memilih istirahat dan makan malam bersama Mas Nug , Mba Titi serta Sigih salah satu teman dari Jepang.

Malam itu Mas Nug mengatakan kepada saya :“untuk transportasi besok semua sudah beres, Polisi di Dili siap membantu satu unit kendaran untuk mengantar sampai ke Suco Dilor dan Ahic”. Sebab kendaran PNTL yang mengawal dan mengatar dari perbatasan sampai Dili saja, jadi harus butuh kendaraan lain untuk mengantar sampai ke Suco Dilor dan Ahic sub distric Lacluta.

Pagi itu 1 juli, di kota Dili ibu kota negara Timor Leste suasana nampak ramai sekali, semua orang sibuk akan aktifitasnya, kendaraan lalu-lalang dan sangat padat sekali di pagi itu. Saya dengan Mas Nug bergegas dari kerumah ke tempat tinggal para warga yang mau pulang dengan menggunakan motor Yamaha scorpion milik Mas Nug, sebelumnya saya mempersiapkan segala sesuatu untuk berangkat ke Viqueque dan terus ke sub distritu Lacluta. Mas Nug tidak ikut mengantar karena satu dan dua hal, ia masih sibuk dengan urusan kantor yang padat.

Pagi itu di tempat transit Renetil, kami melihat persiapan warga yang telah menyiapkan barang-barangnya termasuk dengan anak-anak mereka. Di sela-sela itu kami di kunjungi oleh Komandan Polisi distritu Viqueque (Kapolres) yang ternyata baru tiba dari Viqueque tadi malam .Beliau melihat langsung keduabelas warga itu, dan beliau mengatakan bahwa mereka sudah mengontak ke Lacluta serta juga kedua safe Suco (kepala desa) Dilor dan Ahic akan kedatangan saudara-saudaranya dari Kamp Naibonat Kupang. “ hmmmm…asyk dong kalau semuanya sudah tahu kedantangan kita, pasti mereka di sana juga lagi menunggu “ kata saya pada Antoni.

Hari sudah siang, kendaran yang di tunggu belum juga muncul, padahal kami semua sudah siap untuk mau berangkat, Maleve mengatakan dalam pertemuan singkat kami “ sekarang kita masih menunggu kendaraan dari kePolisian, sebaiknya kita makan siang saja dulu karena ini sudah siang setelah itu baru berangkat” dan kami semua setuju.

Hari semakin sore, Susana di Kantor Yayasan HAK Dili terlihat santai saja, detik demi detik jam pun berjalan terus tanpa henti, kendaraan yang di tunggu tak kunjung datang, Maun Carlito sibuk menelpon Komandan Polisi untuk menanyakan kepastian kedaraan yang di janjikan, “ Carlito, bagaimana dengan kedaraan, apa sudah positif “ kata Suster Monica tiba-tiba pada Maun Carlito…, “ saya masih menunggu keputusan dari mereka Suster, kalau sudah ok mereka akan kontak” kata Maun Carlito yang sebagai koordinator Grupu Serviso Ba Repatriasaun ini.

Maleve sepertinya tidak sabar menuggu, ia melihat sepertinya ada yang tidak beres. Karena itu ia langsung menelpon salah satu orang ternama di Kota Dili untuk meminta bantuan satu unit kendaraan , orang itu adalah Bapak Mari Alkatiri mantan Perdana Mentri Timor Leste, yachhh.. beruntungnya Bapak Mari Alkatiri setuju untuk memberikan satu unit dan truk kepada kami, wahhh… leganya kami sore hari itu kendaraan sudah ada dan gratis lagi…..!!!

“ Ok, kita tidak usah tunggu lagi kendaraan dari Polisi, karena kita sudah mendapatkan mobil Suster” kata Maleve lewat telpon kepada Suster Monica. Ya karena mobil Polisi yang di tunggu tidak datang jadi semua sibuk untuk mencari kendaran lain, untungnya ada Maleve ee…, sehingga semunya jadi beres. Sore itu kami berangkat dari Kota Dili menuju Viqueque tepat pukul 15.00 waktu setempat, ada 2 truck dam dan satu mobil hilux milik Suster Monica, kami melewati distritu Manatuto, Baucau untuk bisa sampai ke Viqueque. Dan kami berhenti sejenak di Baucau untuk makan malam.

Sekitar pukul 22.00 malam waktu Viqueque, kami tiba di kantor Administrador (kantor Bupati ) Viqueque dan kantor kePolisian Viqueque yang yang kebetulan kantornya berdampingan saja , sewaktu kami masuk Viqueque hujan turun, untungnya kami sudah mempersiapkan semuanya seperti terpal, Suster juga menyiapkan obat-obat dan popok untuk anak kecil dalam perjalanan. Malam itu kami di terima oleh anggota Polisi dan mereka sudah menyiapkan satu aula untuk kami menginap di situ. Mama Filomeno Soares lagi-lagi tampak lemah , ia bersama Bapak Gilberto ,saya ,Mario serta Suster Monica dan Suster Dhay memilih menginap di Penginapan malam itu.

Pagi itu 2 juli, di kota Viqueque di guyur hujan, menurut warga setempat kalau sudah hampir dua minggu ini hujan, apa lagi kami mendapat kabar bahwa ada tanah longsor yang menutupi badan jalan. “ wah gimana ini kita mau sampai di Lacluta Dilor dan Ahic, kalu hujan terus “ kata saya pada teman yang lain, kami semua was-was kalau dengan kondisi hujan seperti ini bisa bahaya neh..!!Tiba-tiba Maleve datang dengan memakai baju kaos tim sepak bola Argentina, “ hari ini kita tetap berangkat ke Lacluta, jalan yang tertutup karena longsor sudah di perbaiki, nah sekarang siap-siap kita kan bertemu dengan Kepala Administrador dan wakil komandan polisi Viqueque” kata Maleve, dan saya pun senang mendengar kabar itu.

Sebelum berangkat, kami semua masih bertemu dengan kedua pejabat itu, mereka mengatakan senang dengan kerja kami, senang karena warga mereka kembali ketanah kelahiran mereka “ jangan takut, kalian kembali kerumah kalian sendiri, kalian bisa langsung mengerjakan apa yang ingin kalian kerjakan , karena tidak ada yang mengambil hak kalian, kami Pemerintah dan Kepolisian ada di belakang kalian dan masyrakat lainnya, jangan terprovokasi dengan isu-isu bahwa kalau datang di sini akan di pukul, di maki dan lainnnya, kami kemarin sudah mengontak Pak Camat, Kepala Desa Ahic dan Dilor, Kepolisian disana untuk menjemput kalian di perjalanan. Sekali lagi kami berdua sebagai kepala Pemerintah di sini dan kepolisian di sini mengucapkan selamat datang, selamat kembali ke kampung halaman “ kata Bapak Administrador dan Wakil Komandan Polisi Viqueque.

Hujan makin deras, pukul 11.00 waktu Viqueque kami berangkat menuju ke Lacluta, ini pertama kali saya datang di Viqueque dan Lacluta, perjalanan yang panjang dan melelahkan, kami di kawal oleh Patroli Polisi Viqueque, kira-kira kurang lebih 10 km memasuki distritu Lacluta, ada pergantian Polisi, pengawalan di ambil alih oleh Kepolisian dari Lacluta yang sudah menuggu di jalan. Perjalanan kami melewati kali kecil, syukurlah, kendaran kami bisa melewati kali itu karena belum banjir. Kami tiba di Lacluta sekitar pukul 13.00 waktu setempat.

Inilah saat yang di tunggu-tunggu, kurang lebih satu kilometer akan tiba di kantor Polisi Lacluta, terdengar bunyi klakson dari dua motor Polisi yang mengawal “wah berarti kita sudah sampai ini Suster” kata saya pada Suster Monica yang satu mobil. “ ya sepertiya kita sudah sampai” kata Emlya dan Suster Monica bersamaan. Warga di sekitar berhamburan keluar untuk melihat kedatangan warga dari Timor Barat ini, tua dan muda, anak kecil dan orang dewasa, mereka berlarian menuju ke kantor Polisi Lacluta. Kami sudah sampai, inilah Lacluta ternyata Suco Dilor dan Ahic merupakan dua Suco yang berada di tengah kota lacluta dan saling berdekatan saja.

“ aahh, sial batrey cameraqu low , ini harus cari batrey alkaline saja” kata saya . ternyata di kios tidak ada yang menjual batrey alkaline, saya memotret dengan paksa saja. Warga di sekitarnya sudah berdatangan, kami yang memegang kamera langsung memotret. Saya melihat Ibu Prisca yang masih diatas truck megusap air matanya sambil menggendong seorang anak lelaki kecil dan di temani oleh seorang pemuda, ia menangis dan terharu karena pemuda itu adalah adik kandungnya yang tinggal di Dilor. “ ne adik saya, dan ini anak saya” kata dia pada salah seorang relawan. Wah tidak tahan mendengarnya, sedih dan terharu rasanya saat saya memotret, mereka akhirnya di pertemukan kembali di kampumg halaman.

Ibu Prisca turun dari truk dan melangkah masuk ke kantor Polisi untuk mengikuti seremonial singkat penyerahan kepada Pemerintah Kecamatan setempat bersama sebelas orang lainnya dan dua orang yang mengantar termasuk kami semua . Mereka sangat bahagia, keluarga mereka yang lain datang memeluk, bersalaman serta saling bercerita. Saya melihat Ibu Prisca ada menggendong dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan kira –kira berumur 4 tahunan gitu, saya langsung memotretnya…. Lalu saya bertanya..” kenapa menangis ibu, dan dua anak ini siapa?”
“ saya terharu karena saya bertemu kembali dengan kedua anak kandung saya, tahun 2009 saya membawa mereka kesini, kemudian saya kembali ke Kupang untuk mencari jalan agar bisa kembali ke sini, selama ini kedua anak ini tinggal dengan kakek dan nenek mereka.” Kata Ibu Prisca masih dalam keadaan menangis. Air mata saya berlinang mendengar kisah ini, saya keluar dari ruangan dan sengaja tidak merasakan apa-apa, tetapi jujur saya katakan ketika berada di luar saya mengusap air mata (saat menulis ini pun air mata saya terasa penuh di mata). Kedua anak Ibu Prisca itu bernama Dilma dan Ania, kedua anak yang sehat dan imut, mereka masih kecil mereka berdua pasti merasakan apa yang terjadi saat itu walau masih kecil.

Saya masuk kembali ke dalam ruangan kantor Polisi untuk melihat upacara seremonial singkat dari kami tim kepada Pemerintah setempat, nampak sudah hadir safe Suco Dilor Bapak Antoni Soares ,Safe Suco Ahic Bapak Oesilo Soares serta komandan Polisi distritu Lacluta.
“ Pertama-tama kami mengucapkan banyak terima kasih kepada kalian tim semua yang telah bekerja memfasilitasi kepulangan warga kami dari Kupang kerja kalian sangat berharga dan special sekali, untuk itu kami berharap besok lusa bukan hanya warga kami saja yang kalian bantu, tetapi mungkin mereka yang dari daerah lain yang mau pulang pun kami berharap kalian bisa membantunya.” Kata Safe Suco Ahic.

Acara ini di lakukan dengan singkat, dari tim kami Maleve yang menjadi juru bicaranya, kami menyerahkan semua dokumen-dokumen kepada Pemerintah Suco dan Kepolisian di sub distritu Lacluta . Setelah itu kami semua berbondong-bondong mengantarkan keduabelas warga ini kerumah mereka dengan berjalan kaki kurang 500 meter dari kantor Polisi dengan susana terharu walupun di guyur hujan. Semua yang mengantar basah kuyup, termasuk anggota Polisi. Maaf saya memilih untuk tidak kena air hujan karena ada flu berat, heeee…!! Karena masih hujan, satu kendaraan truk yang membawa barang-barang tidak bisa meneruskan perjalanan karena tertanam di Lumpur.

Kasihan , barang-barang keduabelas warga terpaksa harus di turunkan agak jauh dari rumah. Tetapi dengan semangat warga yang membantu serta tim kami, semua barang berhasil di turunkan dari truck, walupun sedikit basah karena terkena air hujan, tapi tidak apa-apa yang penting pekerjaan berat selesai dan truck pun berhasil di tarik keluar.

Sebagai perwakilan dari tim kami, Maleve sebagi pembicara untuk meminta izin pamit dan berterima kasih kepada semua warga yang telah membantu proses ini. “ kami sekarang mau kembali , kami minta semua warga di sini untuk bisa membantu mereka yang baru datang, kami juga sedikit memberikan mereka beras, supermi ,dan minyak goreng. Ini untuk mereka keduabelas orang yang baru datang, karena mereka baru datang minimal selama 3 bulan mereka makan dari bantuan yang kami berikan sambil mengolah kebun mereka, dan kami akan memonitoring mereka selama tiga bulan bagaimana perkembangan hidup mereka. Nanti akan ada teman kami yang datang memantau , dan itu akan kami kabarkan kepada saudara-saudara mereka yang masih tinggal di Kupang. Sekarang kami pamit selamat bertemu kembali di lain waktu” kata Maleve menutup pembicaraan.

Kami pun bersalaman satu sama lain, Mama Filomena Soares yang tadi lemas nampak bergembira saat kami mau pulang, Bapak Gilberto, Ibu Prisca melambaikan tangan di saat kami sudah berada di dalam mobil masing-masing. Akhirnya kami berpisah, kami melanjutkan perjalan pulang kembali ke Dili . Selamat bertemu kembali saudara-saudraqu, semoga Tuhan memberkati kalian semua di sana.

By:
Anato Moreira



NB: Minta maaf kalau penulisan tempat dan nama orang terdapat kesalahan. Maklum bukan penulis yang baik, dan tulisan ini saya buat sebelum mengikuti kursus JS di Pantau, terima kasih!!!

Keterangan tambahan:
---------------------------
*Suco: Desa
*Safe Suco : Kepala Desa
*Distritu : Kabupaten
*Sub Distritu : Kecamatan
*Administrador : Semacam Kepala wilyah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiga Hari “Visita” Timor Leste

Mengintip Perbatasan Dihari Kemerdekaan “Merdeka Dulu Dan Sekarang”