Tetap Semangat, Walau Punya Keterbatasan


Yeremias Klau

 Anato Moreira
 ---------------------
“ Hau waktu Mota sae ne , hau iha uma sorin ba”........Kata Bapak Yeremias, dengan  menggunakan bahasa tetum Fehan wilayah Malaka, sambil duduk di tangga rumahnya
****
Siang itu , cuaca mendung sedikit cerah di Besikama.  Saya, Mintho, Vester, dan Ibu Linda dari ECHO  sedang menuju desa Sikun, desa yang terparah kena hantaman banjir bandang pad 18 Februari malam lalu. Kototan sampah, batu dan lumpur yang menjadi dari sisa-sisa banjir itu membuat permukaan jalan di desa Sikun tak berbentuk.

Banjir ini akibat dari meluapnya sungai Benenai karena inteistas cukup tinggi di Kupang, TTS , TTU dan Belu. Sungai benenai merupakan bagian hilir dari sungai-sungai  besar dan kecil di tiga kabupaten.

Setiba di Sikun kami berpapasan dengan Kepala Desa, dan Sekdes, sekita 15 menit berdiri di nangan jalan raya dan beriskusi dengan Kades kami menuju rumah Sekdes, Saat itu Bapak Desa akan mengikuti MUSRENBANG di Kantor Camat Malak Tengah. Dalam Perjalanan kami berpapasan lagi Kades Oan Mane.

Dalam perjalan menuju rumah Sekdes Sikun, kami harus melewati genangan air dari sisa-sisa banjir, lumpur dan lainnya sebagainya.  Telapak kaki  ditusuk-tusuk oleh tajamnya batu-batu kecil dan kerikil sepnjang perjalanan. Di sisi lain nampak  kuburan umum yang hampir tertimbun lumpur, rumah yang rusak dan roboh. 

Beberapa rumah masih aman dari banjir karena konstruksi nya  rumah panggung.
Sumur-sumur tercemar air sungai yang kotor , lahan pertanian yang terendam , posyandu tidak berfungsi karena tergenang air dan lumpur didalamnya. Sudah empat hari situasi paska banjir  desa Sikun seperti  daerah yang terkena sunami.
Tepat di pertigaan jalan, nampak masyarakat sudah menyiapkan  beberapa kursi di bawah pohon, “hmmmm mungkin kita akan duduk disini sambl diskusi dengan beberapa warga” kata saya dalam hati.

Setibanya di tempat,  teman -teman dan sekdes serta beberapa orang warga yang hadir di situ sedang berbincang-bincang mengenai banjir yang menerpa desa itu sambil duduk di kurs plastik.

“Ah saya mau jalan-jalan dulu  kerumah-rumah warga”  guman saya dalam hati. Sambil meninggalkan tempat diskusi , saya berjalan sekitar 20  meter arah timur,dari jauh  terlihat sosok soerang bapak kita-kira  40 tahun umurnya  sedang duduk sendiri ditangga rumah panggungnya.

“Hai bapak, diak la le...” kata saya
“ Diak deit oan”   sambung bapak itu.
Dengan senyumnya  Bapak yang bernama Yeremias Klau itu menceritakan kejadian banjir   yang datang pada malam itu.

“Hau waktu mota sae ne hau iha uma sorin ba. Tapi hau uma mak ne”! Bapak Yeremias ternyata anak Yatim Piatu, ayah ibunya sudah meninggal, kini ia tinggal bersama keluarrganya, keluarganya yang menjaga dan menafkainya selama ini.
“ Oras ne bapak serisu sa”
“Hau lor-loron serisu fa duut iha toos, oras ne batar bot tian, mais batar sia mos hotu kona we mota, jadi hau tur deit” kata Nya

Bapak Yeremias seorang penyadang disabilitas sejak kecil, tidak menikah. Walau dengan keterbatasan yang ada beliau miliki tetap semangat bekerja tinggi membersihkan rumput-rumput di kebun keluarganya seperti orang normal lainnya.
Hari-hari ia pergi berkebun, dengan bantuan tongkatnya untuk berjalan  menuju kebun yang jarkanya 500 meter dari rumahnya.

Semangat yang ada tetap terpancarkan dalam raut wajahnya, keluarga yang berada di sebelahnya mengatakan bahwa saat bajir malam itu dan ketika air mulai surut ,ia sendiri turun dari rumah keluarganya  berjalan menuju rumah yang ia tinggal  sekarang ini.

Walau dengan keterbatasan yang dimiliki ia tetap semangat melakukan segala hal, Bapak Yeremias Klau merasa diri layaknya sperti  seorang yang normal, ia masih mampu melakukan pekerjaan yang dilakukan orang lain.

Di sela-sela perbincangan kami, handphone nexian saya berdering, nampak telpon dari Minto yang  mengatakan bahwa waktunya  kita  kembali ke Betun.
Saya memberikan salam buat Pak Yeremias dengan melakukan “cos tangan”Sambil bergegas menuju Ibu Linda, Vester dan Minto.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiga Hari “Visita” Timor Leste

Perjalanan 5 keluarga 12 jiwa eks Pengungsi Timor-Timur kembali ke Dilor Viqueque -Timor leste

Mengintip Perbatasan Dihari Kemerdekaan “Merdeka Dulu Dan Sekarang”